Soeharto: Mengapa Presiden Selama 32 Tahun?
Soeharto, sosok yang memimpin Indonesia selama 32 tahun, meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah bangsa. Banyak yang bertanya, mengapa Soeharto bisa menjadi presiden begitu lama? Jawabannya tidaklah sederhana, melibatkan kombinasi antara kepiawaian politik, dukungan militer, stabilitas ekonomi (pada masanya), dan tentu saja, sistem politik yang memungkinkan hal tersebut terjadi. Mari kita bedah satu per satu faktor-faktor yang membuat kekuasaan Soeharto bertahan begitu lama.
Faktor-Faktor Utama di Balik Kekuasaan Soeharto
1. Kepemimpinan yang Kuat dan Otoriter
Salah satu alasan utama mengapa Soeharto bisa berkuasa selama 32 tahun adalah gaya kepemimpinannya yang kuat dan otoriter. Setelah menggantikan Soekarno dalam situasi yang penuh gejolak pasca-G30S, Soeharto dengan cepat mengkonsolidasikan kekuasaan di tangannya. Ia menggunakan pendekatan top-down, di mana keputusan-keputusan penting diambil dari pusat dan dijalankan secara hierarkis. Gaya kepemimpinan ini efektif dalam menciptakan stabilitas, tetapi juga membatasi ruang gerak bagi oposisi dan kebebasan sipil.
Soeharto membangun citra dirinya sebagai Bapak Pembangunan, seorang pemimpin yang fokus pada pertumbuhan ekonomi dan modernisasi Indonesia. MelaluiRepelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), pemerintahannya berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan pada awal 1990an, meskipun dengan mengorbankan aspek-aspek lain seperti pemerataan dan keberlanjutan lingkungan. Kepemimpinan otoriter Soeharto juga tercermin dalam kontrol ketat terhadap media dan pembungkaman terhadap kritik. Siapa pun yang dianggap menentang pemerintah akan menghadapi konsekuensi serius.
2. Dukungan dari Militer
Dukungan militer adalah pilar utama kekuasaan Soeharto. Sebagai seorang jenderal bintang lima, Soeharto memiliki pengaruh yang kuat di kalangan militer. Ia memanfaatkan posisinya untuk menempatkan orang-orang kepercayaannya di posisi-posisi kunci dalam pemerintahan dan angkatan bersenjata. Militer tidak hanya berperan sebagai penjaga keamanan negara, tetapi juga sebagai alat politik untuk mempertahankan kekuasaan Soeharto.
Dwi Fungsi ABRI, doktrin yang memberikan peran ganda kepada militer dalam pemerintahan dan sosial-politik, menjadi landasan bagi keterlibatan militer yang luas dalam kehidupan sehari-hari. Militer memiliki wakil di parlemen, terlibat dalam bisnis, dan memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan. Dukungan militer ini membuat oposisi sipil sulit untuk menantang kekuasaan Soeharto secara efektif. Keterlibatan militer dalam politik juga menciptakan iklim ketakutan dan represi, di mana kritik terhadap pemerintah sering kali dibalas dengan tindakan keras.
3. Stabilitas Ekonomi (Relatif)
Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, terutama pada periode 1970-an hingga pertengahan 1990-an. Investasi asing meningkat, industri berkembang, dan infrastruktur dibangun secara besar-besaran. Stabilitas ekonomi ini memberikan legitimasi bagi kekuasaan Soeharto di mata sebagian masyarakat. Banyak yang merasa bahwa hidup mereka menjadi lebih baik di bawah kepemimpinan Soeharto, meskipun dengan adanya ketimpangan sosial dan korupsi yang merajalela.
Namun, stabilitas ekonomi ini juga memiliki sisi gelap. Pertumbuhan ekonomi yang pesat sering kali dibarengi dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan keluarga dan kroni Soeharto. Kekayaan negara dikeruk untuk kepentingan pribadi dan kelompok, sementara kesenjangan antara kaya dan miskin semakin lebar. Krisis finansial Asia pada tahun 1997 akhirnya mengungkap kelemahan fundamental dalam sistem ekonomi Indonesia dan memicu keruntuhan kekuasaan Soeharto.
4. Sistem Politik yang Terkontrol
Sistem politik yang dibangun oleh Soeharto sangat terkontrol. Pemilu diselenggarakan secara rutin, tetapi dengan aturan dan mekanisme yang memastikan kemenangan Golkar, partai yang menjadi kendaraan politik Soeharto. Oposisi politik dibatasi dan ditekan, sementara media massa dikendalikan secara ketat. Kebebasan berpendapat dan berkumpul sangat dibatasi.
Pancasila dijadikan sebagai ideologi negara yang tunggal dan tidak boleh ditafsirkan secara berbeda-beda. Pemerintah menggunakan aparat keamanan untuk menindak siapa pun yang dianggap menyimpang dari ideologi Pancasila. Sistem politik yang terkontrol ini membuat sulit bagi oposisi untuk mengorganisir diri dan menantang kekuasaan Soeharto secara efektif. Kontrol yang ketat terhadap sistem politik juga menciptakan budaya asal bapak senang (ABS), di mana bawahan cenderung untuk menyenangkan atasan tanpa memperhatikan kebenaran atau kepentingan yang lebih besar.
5. Faktor Internasional
Pada masa Perang Dingin, Soeharto mendapatkan dukungan dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, karena dianggap sebagai sekutu dalam melawan komunisme. Dukungan ini memberikan legitimasi politik dan bantuan ekonomi bagi rezim Soeharto. Negara-negara Barat cenderung untuk menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan praktik korupsi yang terjadi di Indonesia, karena kepentingan strategis mereka dalam membendung pengaruh komunisme di Asia Tenggara.
Namun, setelah berakhirnya Perang Dingin, dukungan internasional terhadap Soeharto mulai berkurang. Isu-isu seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan lingkungan hidup menjadi semakin penting dalam hubungan internasional. Tekanan dari negara-negara Barat dan lembaga-lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan IMF, turut berkontribusi pada keruntuhan kekuasaan Soeharto pada tahun 1998.
Kesimpulan
Jadi, kenapa Soeharto bisa jadi presiden selama 32 tahun? Jawabannya adalah karena kombinasi dari kepemimpinan yang kuat dan otoriter, dukungan dari militer, stabilitas ekonomi (pada masanya), sistem politik yang terkontrol, dan faktor internasional. Kekuasaan Soeharto runtuh ketika faktor-faktor ini mulai melemah dan muncul tekanan dari dalam dan luar negeri.
Kisah kekuasaan Soeharto adalah pelajaran penting bagi kita semua tentang bagaimana kekuasaan dapat bertahan lama, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan itu bisa runtuh. Semoga artikel ini bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang sejarah Indonesia dan mengapa Soeharto bisa menjadi presiden begitu lama.